Peluang dan kesempatan untuk melakukan zina adalah beragam. Sementara zina itu merupakan maksiat atau pembangkangan terhadap Allah Swt.
READ MORE - Jaga Mata dari Perbuatan Maksiat
Bagaimana tidak disebut sebagai pembangkangan? Padahal Allah Swt telah jelas melarang hamba-Nya untuk melemparkan pandangan mata kepada pihak yang bukan mahram. Sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (An Nuur [24] : 30)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (An Nuur [24] : 30)
Maka siapa yang tidak mau menahan pandangannya dalam melihat sebuah perkara yang diharamkan oleh Allah Swt, maka ia telah bermaksiat dan membangkang atas ketentuan yang Allah telah tetapkan. Ketahuilah siapa yang bermaksiat, tidaklah beruntung!
Seorang pria bernama Sulistyo yang tengah mengemudikan mobilnya di tengah kemacetan lalu-lintas di sebuah jembatan tol di Jakarta. Saat itu demi menghilangkan kejenuhan atas pemandangan macet, maka ia lepaskan pandangan ke kanan dan ke kiri. Pandangan yang tak terarah itu rupanya dihantarkan oleh setan untuk jatuh ke mobil sedan Honda Jazz merah yang dikendarai oleh seorang wanita yang terlihat cantik.
Perempuan di dalam mobil tersebut tengah mengangkat kedua tangannya ke atas kepala di dalam mobil. Rupanya, ia sedang memasangkan ‘ikat rambut’ sebab kegerahan.
Perempuan di dalam mobil tersebut tengah mengangkat kedua tangannya ke atas kepala di dalam mobil. Rupanya, ia sedang memasangkan ‘ikat rambut’ sebab kegerahan.
Demi melihat pemandangan itu, Sulistyo merasa tak mau kehilangan ‘pemandangan indah’ tersebut. Maka ia pun berusaha untuk terus mensejajarkan laju mobilnya dengan mobil Honda Jazz berwarna merah yang berada di sampingnya.
Saking asyiknya ia melihat ke arah wanita cantik itu, rupanya ia tidak sadar bahwa jarak mobilnya sudah terlalu dekat dengan mobil di depannya. Maka tak pelak, Sulistyo pun tanpa sengaja ‘menyundul’ sebuah mobil lain yang berada di depannya. Maka kejadian manis sesaat itupun berakhir dengan sebuah perkara dan rasa penyesalan.
Dalam sebuah kisah klasik disampaikan bahwa ada seorang pria shalih yang bertugas untuk mengumandangkan adzan di sebuah masjid. Biasanya, untuk mengumandangkan adzan, pria tersebut harus naik ke atas menara agar suaranya sampai ke telinga-telinga manusia dan tak terbentur dinding.
Kali itu ia tengah berada di atas menara. Baru saja ia usai mengumandangkan adzan. Saat ia hendak turun dari menara, rupanya pandangan matanya tertuju pada seorang wanita yang kebetulan tinggal di dekat masjid.
Kali itu ia tengah berada di atas menara. Baru saja ia usai mengumandangkan adzan. Saat ia hendak turun dari menara, rupanya pandangan matanya tertuju pada seorang wanita yang kebetulan tinggal di dekat masjid.
Maka setan pun membelenggu hati sang pria shaleh tadi. Mulai saat itu, ia bertambah giat untuk mengumandangkan adzan. Bukan karena adzannya, akan tetapi karena pemandangan yang selalu akan ia lihat dari ketinggian menara!
Hari demi hari, ia pun semakin dimabuk cinta. Tak tahan dengan hasrat yang menggebu, akhirnya ia menyempatkan untuk bertemu perempuan tadi.
Sesampainya di rumah tersebut, maka baru ia ketahui bahwa perempuan yang menawan hatinya tiada lain adalah seorang Nashrani.
Saat pintu dibuka oleh perempuan yang kebetulan masih gadis itu, maka sang muadzin pun menyampaikan maksudnya, “Aku datang ke sini untuk meminangmu...!”
Si gadis yang kebetulan juga terpikat dengan ketampanan muadzin yang shaleh ini sempat mengiyakan dalam hati, namun lisannya berkata lain. “Engkau tidak bisa meminangku sebelum engkau datang kepada ayahku!” jawab sang gadis.
Seolah tak sabar, si muadzin menjawab “Baik. Aku akan memintamu menjadi istriku lewat ayahmu.”
Kali ini sungguh setan menghiasi benak gadis tersebut untuk berkata, “Ayahku tidak akan setuju menjadikan engkau menantunya. Sebab engkau adalah seorang muslim. Kalau kau benar ingin menikahiku, maka tinggalkanlah agamamu!”
Kali ini sungguh setan menghiasi benak gadis tersebut untuk berkata, “Ayahku tidak akan setuju menjadikan engkau menantunya. Sebab engkau adalah seorang muslim. Kalau kau benar ingin menikahiku, maka tinggalkanlah agamamu!”
Tak kuasa ia menahan gejolak, maka sang muadzin yang tidak lagi shaleh itu pun menjawab, “Baik. Aku bersedia meninggalkan agamaku asalkan aku dapat mempersuntingmu!”
Setelah keduanya sepakat pada saat itu. Maka si gadis meminta sang muadzin untuk datang besok pagi demi menemui orang tuanya. Sementara sang muadzin sudah puas dirundung cinta.
Maka pada kesempatan shubuh, ia naik ke atas menara untuk ‘mengumandangkan adzan & melihat gadis pujaannya’, namun sayang begitu ia hendak turun, rupanya ia terpeleset dan jatuh hingga tewas.
Alangkah malangnya manusia seperti ini, yang telah memupuk kebaikan sudah sedemikian lama. Namun berakhir dengan sebuah kenistaan maksiat yang dilakukannya.
Alangkah malangnya manusia seperti ini, yang telah memupuk kebaikan sudah sedemikian lama. Namun berakhir dengan sebuah kenistaan maksiat yang dilakukannya.